Juangrakyat.com, Surabaya. Polemik antara Agnez Mo dan Ahmad Dhani kian melebar kemana-mana. Bahkan, perbincangan ini terus terjadi di kalangan Masyarakat hingga ke meja hukum. Sekarang muncul fenomena ketakutan pelaku usaha terhadap bayang-bayang pembayaran royalti jika memutar lagu-lagu penyanyi Indonesia.
Beralih ke suara burung atau bukan manusia, apa itu Solusi? Ternyata tidak juga, pengusaha bukan semakin tenang, malah mereka juga terkena royalti dengan pembayaran pertahun dan dihitung perkursi. Pembayaran ini tidak hanya berlaku untuk café saja, melainkan juga restoran, hingga gym, wajib membayar royalti.
Ketua LMKN Dharma Oratmangun menjelaskan bahwa suara alam hingga burung juga tetap terikat dengan pihak yang pertama kali merekam alias produser fonogram. Artinya, pelaku usaha akan tetap harus membayar royalti jika memutar suara tersebut.
“Nah sekarang kalau dia putar suara burung atau suara apapun, itu ada hak dari produsen fonogramnya. Produsen yang merekam itu kan punya hak terkait. Hak terhadap materi rekaman itu, itu juga hak terkait dari bentuk rekaman audio itu,” jelas Dharma lagi.
Lantas, bagaimana dengan lagu-lagu dari musisi luar negeri? Hal sama tetap berlaku, pelaku usaha harus membayar royalti jika menyetel lagu luar negeri di tempat usaha mereka. Pembayaran royalti bisa dilakukan melalui LMKN.
“Jadi pakai lagu luar negeri pun harus bayar royalti melalui LMKN. Iya itu kan kita collab dengan LMKN yang ada di masing-masing negara gitu. Jadi himbauannya itu adalah, pakai aja musik, bayar royalti, selesai,” pungkasnya. (red/*)