Juangrakyat.com, Jakarta. Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI) menyoroti sejumlah permasalahan serius yang berkaitan dengan penggunaan mobil listrik di Indonesia. Laporan yang diterima mencakup kasus kendaraan listrik yang mendadak mogok, usia baterai yang tidak sesuai klaim produsen, potensi dampak kesehatan akibat paparan radiasi elektromagnetik (EMF), hingga persoalan harga jual kembali, layanan purna-jual, serta kepastian garansi.
Ketua BPKN RI, Prof. Dr. H. Mufti Mubarok, SH. menegaskan bahwa meskipun kendaraan listrik merupakan bagian dari agenda transisi energi nasional, perlindungan terhadap konsumen tidak boleh diabaikan.
“Saat ini, mobil listrik belum sepenuhnya menjadi solusi ideal di Indonesia. Selain karena tingginya konsumsi sumber daya alam seperti nikel, terdapat potensi bahaya dari radiasi baterai yang besar dan dekat dengan tubuh manusia. Ditambah lagi, belum ada infrastruktur nasional yang memadai untuk menangani limbah baterai secara aman,” ungkapnya.
Mufti merinci, BPKN RI mempunyai temuan terkait konsumen pengguna mobil listrik di tanah air. Laporan tu meliputi, konsumen yang mengalami mogok mendadak. Dan juga permasalahan umumnya terletak pada perangkat lunak dan sistem hybrid/EV yang belum stabil. Terkait baterai, produsen mengklaim masa pakai baterai 8–15 tahun, banyak konsumen mengalami penurunan performa signifikan dalam 2 tahun pertama. Biaya penggantian baterai yang tinggi menjadi kendala serius.
“Paling terdampak adalah bagi kesehatan yakni soal radiasi. Mobil listrik menghasilkan medan elektromagnetik yang dapat memengaruhi kesehatan, terutama bagi pengguna dengan alat medis seperti pacemaker. Walaupun masih di bawah ambang batas internasional, studi lebih lanjut tetap diperlukan,” bebernya.
Dia menambahkan, ada konsumen mengeluhkan kesulitan dalam mengakses jaringan servis, ketersediaan suku cadang, dan proses klaim garansi yang tidak transparan. Padahal, garansi baterai umumnya disebut berlaku hingga 8 tahun. Adapula mempersoalkan nilai jual kembali mobil listrik menurun lebih cepat dibandingkan mobil konvensional, disebabkan kekhawatiran terhadap usia dan biaya penggantian baterai.
“Kami (BPKN RI) merekomendasi perketat regulasi terkait garansi dan layanan purna-jual kendaraan listrik. Kemudian wajibkan produsen untuk menyediakan jaringan servis resmi dan suku cadang penting. Terapkan standar keselamatan baterai nasional serta lakukan uji EMF secara berkala.” tegasnya.
Mufti juga menekankan ke produsen tentang penyediaan informasi secara transparan terkait garansi baterai dan ketentuannya. selanjutnya menawarkan program tukar tambah, atau refurbish baterai guna menjaga nilai jual kembali kendaraan. “Segera melapor ke BPKN RI jika menghadapi kendala dalam proses klaim garansi atau menemukan masalah keselamatan kendaraan.” pungkasnya.
BPKN RI menegaskan komitmennya untuk terus mengawal hak-hak konsumen dalam era transisi menuju energi ramah lingkungan.
“Masyarakat berhak mendapatkan produk yang aman, sehat, dan sesuai dengan janji produsen. Jangan sampai konsumen menjadi korban akibat lemahnya sistem garansi dan layanan purna-jual kendaraan listrik,” tegas Mufti Mubarok. (red/*)