Juangrakyat.com, Jakarta. Polemik oknum Tenaga Pendamping Profesional yang tidak mundur saat mencalonkan diri sebagai Caleg tahun 2024 tuai kontroversi. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek, di samping perpektif hukum tta negara juga dari aspek hukum pidana.
Prof Dr Mompang ,SH. M.H, Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI), menjelaskan, apabila seseorang memperoleh penghasilan atau gaji dari uang negara secara melawan hukum sesuai sifat melawan hukum formil yang telah diubah berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 003/PUU-IV Tahun 2006, bahwa Ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Dimana suatu perbuatan telah mencocoki semua unsur yang termuat dalam rumusan tindak pidana, perbuatan tersebut adalah tindak pidana korupsi, karena memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”keterangan tertulis yang diterima oleh juangrakyat.com.
Perbuatan bersifat melawan hukum formil yang berakibat mempeenrkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi, dengan cara melawan hukum, dan merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara terdiri dari: (1) memperkaya diri sendiri: dengan perbuatan melawan hukum itu pelaku menikmati bertambahnya kekayaan atau harta benda miliknya sendiri; (2) memperkaya orang lain: akibat perbuatan melawan hukum dari pelaku, ada orang lain yang menikmati bertambahnya kekayaannya atau bertambahnya harta bendanya, sehingga yang diuntungkan bukan pelaku secara langsung; (3) memperkaya korporasi, atau mungkin juga yang mendapat keuntungan dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku adalah suatu korporasi, yaitu kumpulan orang atau kumpulan kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
Oleh sebab itu, dalam hal oknum TPP yang bersangkutan masih menerima gaji dan honor tapi tidak mengundurkan diri saat Pencalonan dulu secara hukum, sepantasnya oknum TPP yang bersangkutan mengembalikan gaji atau honor yang telanjur diterima terhitung sejak ia resmi menjadi calon anggota tetap, sebab jika tidak, ia dapat dikatakan telah menikmati bertambahnya kekayaan akibat diterimanya gaji atauhonor tersebut dalam perspektif UU Tipikor dengan gugurnya status, hak dan kewenangannya sejak yang bersangkutan ditetapkan sebagai calon tetap. Di sisi lain, oknum TPP yang bersangkutan tidak dapat dilanjutkan kontraknya jika terbukti melanggar ketentuan Pasal 240 ayat (1) huruf k UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, sebab seharusnya ia mengundurkan diri sebagai caleg sebagaimana perintah Pasal 240 (1) huruf k UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. (***)