Juangrakyat.com, Surabaya – Tantangan industri bukan hanya soal keuntungan, tetapi juga strategi untuk mengurangi limbah dan dampak terhadap lingkungan. Menjawab hal ini, lulusan program doktor Departemen Teknik Sistem dan Industri (DTSI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Dr Anindya Rachma Dwicahyani ST MT menginovasikan model optimasi persediaan dalam sistem rantai pasok tertutup.
Anindya menyoroti kompleksitas pengelolaan produk pasca-konsumsi di industri pakaian, yang dikenal menghasilkan limbah besar. Pengelolaan ini membutuhkan koordinasi erat antarpemangku kepentingan, mulai dari pemasok, manufaktur, hingga pengecer. “Tantangannya adalah membuat proses pemulihan yang berkelanjutan yang juga sehat untuk bisnis,” paparnya dalam presentasi di sidang terbuka promosi doktor, beberapa waktu lalu.
Menyikapi tantangan itu, Anindya menginovasikan model yang mengintegrasikan tiga jalur pemulihan secara bersamaan. Tiga jalur tersebut yakni pemulihan produk, daur ulang material, dan pemulihan energi. Pendekatan multi pemulihan ini memberi fleksibilitas lebih realistis dibanding model konvensional yang hanya fokus pada satu jalur. “Model ini dirancang agar meniru kondisi nyata di pasar,” jelas perempuan yang juga dosen dari Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya (ITATS) tersebut.
Tidak hanya struktur rantai pasok, model inovasi doktor asal Surakarta tersebut turut memperhitungkan perilaku konsumen secara dinamis. Faktor seperti harga beli kembali untuk produk bekas dan tingkat pengiklanan hijau terbukti berpengaruh besar terhadap jumlah produk yang kembali ke sistem daur ulang.
Analisis Anindya menunjukkan bahwa struktur pengambilan keputusan terpusat mampu menghasilkan total keuntungan gabungan yang paling tinggi bagi semua pihak dalam rantai pasok. Namun, pendekatan ini bisa membuat pengecer kurang diuntungkan. Guna menyeimbangkannya, dirinya menawarkan solusi skema pembagian biaya. “Dalam mekanisme ini, biaya iklan dan pengumpulan produk pasca-konsumsi dibagi proporsional,” imbuhnya.
Selanjutnya, temuan Anindya yang tak kalah menarik adalah peran pemulihan energi. Menurutnya, ketika biaya daur ulang material meningkat, pemulihan energi terbukti menjadi opsi cadangan yang menjaga keberlanjutan sistem. “Konversi limbah menjadi energi bisa menjadi penopang resiliensi sistem saat kondisi pasar tidak menguntungkan,” tutur perempuan kelahiran 1994 ini.
Inovasi Anindya selaras dengan Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke-12 mengenai konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab. Ke depan, Anindya berharap model ini dapat mendorong terciptanya rantai pasok yang berkelanjutan dengan mengkonsumsi lebih sedikit energi. “Harapannya, model ini membantu perusahaan mengambil keputusan strategis untuk meningkatkan profit dengan mempertimbangkan aspek ekologis,” tutupnya penuh harap. (Red/*)